Kamis 24 April 2025

Iklan

KUPAS TUNTAS KONTROVERSI POSISI JENAZAH SAAT DISHALATKAN

Muhammad Muzakka
Tuesday, January 14, 2020
Last Updated 2020-01-14T04:48:11Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
KUPAS TUNTAS KONTROVERSI POSISI JENAZAH SAAT DISHALATKAN

Oleh: Muhammad Muzakka At-Tubani


الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على سيدنا ومولانا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. أما بعد :

Sudah lazim dimasyarakat ketika shalat jenazah adalah meletakkan kepala jenazah disebelah kanan (utara) imam dan imam menghadap arah kepala jenazah. Hal itu jika jenazahnya adalah laki-laki, sedangkan jika perempuan maka imam berada didekat pantatnya. Namun untuk jenazah laki-laki ternyata masih menyisakan kontroversi, pasalnya dalam kitab-kitab fiqih klasik madzhab Syafiiyyah Muta'akhirin menjelaskan bahwa apa yang sudah berlaku dan diamalkan masyarakat adalah menyelisihi pendapat ulama bahwa posisi kepala jenazah dianjurkan diletakkan disebelah kiri (selatan) imam.

Dengan alasan inilah Aswaja Muda Tuban tertarik untuk mengupas masalah ini, meskipun sudah banyak dibahas baik diforum bahtsul masail atau yang lain dengan jawaban yang berbeda-beda. Sependek pengamatan dan penelusuran saya, banyak juga yang menjawab dan merumuskan posisi jenazah laki-laki adalah disebelah kiri imam walaupun realitanya yang mereka amalkan adalah sebaliknya. Maka dari itu perlu ada kajian khusus agar tidak terjadi informasi simpang siur dikalangan masyarakat sehingga ada klaim yang berbeda satu sama lain. 

Perlu diketahui bahwa pada dasarnya posisi kepala jenazah saat dishalatkan bukan merupakan suatu kewajiban, namun sebuah etika yang dianjurkan. Yang wajib adalah orang yang menshalatkan, yakni imam atau munfarid menghadap kearah bagian dari tubuh jenazah sebagaimana disampaikan oleh Syekh Ismail Zein, beliau mengatakan:

وأما الواجب فإنما هو استقبال جزء من الميت رجلا أو امرأة. وعن الإمام الشافعي رحمه الله أنه يقف حذاء رأس الرجل وعند عجيزة المرأة لما أخرجه أبو داود والترمذي من حديث أنس إلخ يعني الحديث المتقدم. دل ذلك على أمرين : (أحدهما) واجب؛ وهو محاذاة الإمام أو المنفرد بجميع بدنه جزأ من بدن الميت أي جزء كان، سواء كان رأسه أو بطنه أو رجله أو غير ذلك. (ثانيهما) مندوب ومستحب؛ وهو وقوفه عند رأس الرجل وعند عجيزة المرأة. والحكمة في ذلك أن الرأس هو أشرف أعضاء الإنسان فاستحب الوقوف عنده بشرط محاذاة المصلي له بجميع بدنه. واستحب الوقوف وسط المرأة عند عجيزتها لأنه أستر لها.
Makna Tuban : "Adapun yang wajib adalah menghadap bagian tubuh jenazah baik jenazah laki-laki atau perempuan. Diriwayatkan dari Imam Syafi'i Rahimahullah bahwa beliau (ketika shalat jenazah) berdiri lurus kepala jenazah laki-laki dan lurus pantat jenazah perempuan karena hadits yang diriwayatkan Abu Daud dan Tirmidzi dari hadis Anas dst... Yakni hadis tersebut menunjukkan dua perkara; pertama adalah wajib, yaitu lurusnya seluruh badan imam atau munfarid pada bagian manapun dari tubuh jenazah, baik kepala, perut, kaki atau yang lain. Kedua adalah sunah yaitu berdiri lurus kepala jenazah laki-laki dan lurus pantat jenazah perempuan. Hikmahnya adalah bahwa kepala adalah anggota tubuh yang paling mulia, maka disunahkan berdiri didekatnya dengan syarat seseorang meluruskan badannya ke kepala jenazah. Dan disunahkan posisi dipentat jenazah perempuan karena itu lebih menutupinya". [Ar-Risaalah al-Haaizah Fii ba’dhi Ahkaam al-Janaazah Hal. 10-21].

Sependek pengetahuan saya, belum saya temukan ulama mutaqoddimin yang secara sorih menjelaskan masalah ini. Yang ada hanya penjelasan anjuran kesunahan bagi imam berdiri diarah kepala jika jenazah laki-laki (meskipun ada khilaf) dan didekat pantat jika jenazah perempuan tanpa ada khilaf. Sang Muharrir maszhab Syafiiyyah, Yahya bin Syarof An-Nawawi atau yang dikenal dengan Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk, beliau mengatakan :

أَمَّا الْأَحْكَامُ فيه مسائل (إحداها) السُّنَّةُ أَنْ يَقِفَ الْإِمَامُ عِنْدَ عَجِيزَةِ الْمَرْأَةِ بِلَا خِلَافٍ لِلْحَدِيثِ وَلِأَنَّهُ أَبْلُغُ فِي صِيَانَتِهَا عَنْ الْبَاقِينَ وَفِي الرَّجُلِ وَجْهَانِ (الصَّحِيحُ بِاتِّفَاقِ الْمُصَنِّفِينَ وَقَطَعَ بِهِ كَثِيرُونَ وَهُوَ قَوْلُ جُمْهُورِ أَصْحَابِنَا الْمُتَقَدِّمِينَ أَنَّهُ يَقِفُ عِنْدَ رَأْسِهِ (وَالثَّانِي) قَالَهُ أَبُو عَلِيٍّ الطَّبَرِيُّ عِنْدَ صَدْرِهِ وَهَذَا اخْتِيَارُ إمَامِ الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزَالِيِّ وَقَطَعَ بِهِ السَّرَخْسِيُّ قَالَ الصَّيْدَلَانِيُّ وَهُوَ اخْتِيَارُ أَئِمَّتِنَا وَقَالَ الْمَاوَرْدِيُّ قال اصحابنا البصريون عند رأسه والبغداديون عند صدره (وَالصَّوَابُ) مَا قَدَّمْتُهُ عَنْ الْجُمْهُورِ وَهُوَ عِنْدَ رَأْسِهِ وَنَقَلَهُ الْقَاضِي حُسَيْنٌ عَنْ الْأَصْحَاب
Makna Tuban: "Sunahnya adalah imam berdiri didekat pantat perempuan tanpa ada khilaf karena terdapat hadits yang menjelaskan dan karena hal itu lebih menjaga auratnya daripada anggota tubuh yang lain. Sedangkan untuk jenazah laki-laki terdapat dua wajah pendapat, pendapat sohih berdasarkan kesepakatan para mushonif dan telah dipastikan banyak ulama serta merupakan pendapat jumhur mutaqoddimin ashab Syafi'i bahwa imam berdiri disisi kepala jenazah. Pendapat kedua, yang dikatakan Abu Ali At-Tobari adalah disisi dada jenazah, pendapat ini dipilih oleh Imam Haromain, Imam Ghozali dan dimantabkan oleh Imam As-Sarakhsi". [Al-Majmuk Syarah Muhadzab, juz 5 hal. 224-225 Darul Fikr)

Dengan demikin semisal imam menghadap arah pantatnya jenazah laki-laki atau menghadap kepala jenazah perempuan shalatnya tetap sah akan tetapi menyelisihi sunah, baik posisi kepala jenazah diletakkan disebelah kanan atau kiri. Imam Nawawi mengatakan : 

فَلَوْ خَالَفَ هَذَا فَوَقَفَ عِنْدَ عَجِيزَةِ الرَّجُلِ أَوْ غَيْرِهَا أَوْ رَأْسِ الْمَرْأَةِ وَالْخُنْثَى أَوْ غَيْرِهِ صَحَّتْ صَلَاتُهُ لَكِنَّهُ خِلَافُ السُّنَّةِ
Makna Tuban : "Apabila seseorang membalik, memposisikan diri didekat pantat pada jenazah laki-laki dan didekat kepala pada jenazah perempuan, shalatnya tetap sah akan tetapi menyelisihi sunah." [Al-Majmuk Syarah Muhadzab, juz 5 hal.225]

Lalu, dimanakah posisi kepala jenazah ketika dishalatkan ?

Dalam literatur klasik, yang menegaskan masalah ini adalah Ulama Muta'akhirin setelah kurun Imam Ibnu Hajar Al-Haitami. Mayoritas mengatakan bahwa sunahnya adalah posisi kepala jenazah laki-laki disebelah kiri (selatan) imam, menyelisihi apa yang diamalkan orang-orang sekarang sedangkan jika jenazah perempuan posisi kepala berada disebelah kanan (utara) imam. Hal ini disampaikan oleh banyak Ulama Muta'akhirin, mulai dari Imam Bujairami, Syekh Sulaiman Al-Jamal, Imam Syarwani, dan bahkan Ulama Indonesia Syekh Nawawi Al-Bantani dll. 

Imam Bujairami dalam Hasiyah Bujairami ala Al-Fathil Wahab:

وَيُوضَعُ رَأْسُ الذَّكَرِ لِجِهَةِ يَسَارِ الْإِمَامِ وَيَكُونُ غَالِبُهُ لِجِهَةِ يَمِينِهِ خِلَافًا لِمَا عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ الْآنَ أَمَّا الْأُنْثَى وَالْخُنْثَى فَيَقِفُ الْإِمَامُ عِنْدَ عَجِيزَتِهِمَا وَيَكُونُ رَأْسُهُمَا لِجِهَةِ يَمِينِهِ عَلَى عَادَةِ النَّاسِ الْآنَ
Makna Tuban : “Dan kepala mayit laki-laki diletakkan di sisi kiri imam dan sebagian besar tubuhnya di sisi kanannya, dengan menyelisihi apa yang dilakukan manusia sekarang. Adapaun mayit wanita dan banci, maka imam berdiri pada sisi pantatnya dan kepalanya di sisi kanannya, sesuai dengan kebiasaan manusia sekarang.” [Hasyiyah al-Bujairami alal Manhaj At-Thullab JUZ 4 Hal. 500]

Imam Asy-Syirwani dalam Hasiyah Ala Tuhfatil Muhtaj:

وَفِي هَامِشِ الْمُغْنِي لِصَاحِبِهِ وَالْأَوْلَى كَمَا قَالَ السَّمْهُودِيُّ فِي حَوَاشِي الرَّوْضَةِ جَعْلُ رَأْسِ الذَّكَرِ عَنْ يَسَارِ الْإِمَامِ لِيَكُونَ مُعْظَمُهُ عَلَى يَمِينِ الْإِمَامِ ا هـ

Makna Tuban : “Dan di dalam catatan kaki Al-Mughni (Mughnil Muhtaj karya asy-Syarbini, pen) (terdapat keterangan) bahwa yang lebih utama sebagaimana pendapat as-Samhudi dalam Hasyiyah Ar-Raudlah (Raudlatut Thalibin karya an-Nawawi, pen) adalah menjadikan kepala mayit laki-laki di sebelah kiri imam agar sebagian besar tubuhnya berada di sisi kanan imam. Selesai.” [ Hasiyah Asy-Syirwani Juz 11 Hal. 186 ]

Dalam kitab Tanwirul qulub, senada dengan Imam Nawawi Al-Bantani dalam Nihayatuzzain

تنوير القلوب صـــ ٢١٢
وَأَنْ يُجْعَلَ رَاسُ الذَّكَرِ عَنْ يَسَارِ الإمَامِ وَيَقِفُ الإمَامُ قَرِيْبًا مِنْ رَأسِهِ وَرَأسُ الأُنَثَى عَنْ يَمِيْنِهِ وَيَقِفُ عِنْدَ عَجْزِهَا.

وفي نهاية الزين صـــ ١٥٩
وَأَنْ يُجْعَلَ رَاسُ الذَّكَرِ عَنْ يَسَارِ الإمَامِ وَيَقِفُ الإمَامُ قَرِيْبًا مِنْ رَأسِهِ وَمِثْلُهُ الْمُنْفَرِدُ وَرَأسُ الأُنَثَى عَنْ يَمِيْنِهِ وَيَقِفُ عِنْدَ عَجْزِهَا.
Makna Tuban : "Dianjurlam kepala jenazah laki-laki dijadikan di sebelah kiri imam (membujur ke selatan utara dengan kepala disebelah selatan) dan imam berdiri di dekat kepalanya. Sama halnya dengan imam yaitu munfarid (orang yang shalat sendirian). Adapun kepala perempuan diletakkan di sebelah kanan imam (membujur ke utara selatan dengan kepala di sebelah utara) dan imam berdiri di arah pantatnya".

Dari beberapa ulasan Ulama Muta'akhirin diatas, bisa dipahami bahwa apa yang dipraktekkan masyarakat dengan memposisikan kepala jenazah laki-laki sama dengan perempuan yaitu disebelah kanan (utara) adalah kurang tepat. Hal inilah yang memicu beberapa pihak yang mengklaim bahwa apa yang dilakukan masyarakat perlu diluruskan.

Namun sebagian Ulama Muta'akhirin lainnya menyangsikan apa yang dirumuskan para Ulama diatas. Sebut saja Syekh Ismail Zein dalam Fatawinya dengan tegas dan lugas mengkritik mereka dan menganggap bahwa mereka kurang tepat dalam memahami ibarot Ulama mutaqoddimin, beliau sependapat dengan Syekh Abdullah Baasudan Al-Hadlromi yang mengatakan bahwa kepala jenazah laki-laki adalah disebelah kanan (utara) imam. Berikut kritikan beliau dalam fatawinya Ar-Risaalah al-Haaizah Fii ba’dhi Ahkaam al-Janaazah Hal. 10-21:

ومن فتوى العلامة الجليل المدرس بالحرم المكي المنيف الشيخ إسماعيل عثمان الزين لطف الله به مانصه : بسم الله الرحمن الرحيم (أما بعد) فكثيرا ما يذاكرني بعض الإخوان من طلبة العلم الشريف في مسألة فقهية هي في الواقع مسألة كمالية ليست واجبة ولا لازمة بل هي هيئة مندوبة، ولكن ربما كثر فيها النـزاع وطال، ووقع في فهمها وتطبيقها الخلاف واستطال، حتى صار يغلط بعضهم بعضا فيما هو ليس واجبا ولا فرضا؛ هذه المسألة هي كيفية وقوف الإمام والمنفرد في الصلاة على الجنازة. وسبب النزاع والخلاف يرجع إلى أمرين : (أحدهما) سوء الفهم في معنى عبارة بعض الفقهاء، (وثانيهما) تداول النقل للعبارة حتى صار الخطأ في تفسيرها كأنه ليس بالخطأ. وها أنا إن شاء الله أوضح منها المراد وأسلك فيها مسلك الرشاد والسداد، فأقول، وبالله التوفيق : قال الإمام أبو داود في سننه : (باب أين يقوم الإمام من الميت إذا صلى عليه) وساق سند الحديث إلى أنس بن مالك رضي الله عنه أنه صلى الله على رجل فقام عند رأسه، وصلى على امرأة فقام عند عجيزتها. قال له العلاء بن زياد : هكذا كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفعل ؟. قال : نعم. وفي الصحيحين من حديث سمرة بن جندب رضي الله عنه قال : صليت وراء النبي صلى الله عليه وسلم على امرأة ماتت في نفاسها فقام وسطها. قال العلامة الأمير : فيه دليل على مشروعية القيام عند وسط المرأة إذا صلى عليها، وهذا مندوب. وأما الواجب فإنما هو استقبال جزء من الميت رجلا أو امرأة. وعن الإمام الشافعي رحمه الله أنه يقف حذاء رأس الرجل وعند عجيزة المرأة لما أخرجه أبو داود والترمذي من حديث أنس إلخ يعني الحديث المتقدم. دل ذلك على أمرين : (أحدهما) واجب؛ وهو محاذاة الإمام أو المنفرد بجميع بدنه جزأ من بدن الميت أي جزء كان، سواء كان رأسه أو بطنه أو رجله أو غير ذلك. (ثانيهما) مندوب ومستحب؛ وهو وقوفه عند رأس الرجل وعند عجيزة المرأة. والحكمة في ذلك أن الرأس هو أشرف أعضاء الإنسان فاستحب الوقوف عنده بشرط محاذاة المصلي له بجميع بدنه. واستحب الوقوف وسط المرأة عند عجيزتها لأنه أستر لها. وفي كلا الحالين رأس الميت سواء كان رجلا أو امرأة مما يلي يمين الإمام لا غير. والأمر الثاني أشار له الفقهاء بقولهم : ويندب أن يقف عند رأس الرجل وعجيزة المرأة. وحرصا منهم على حصول المحاذاة الواجبة بيقين قالوا : ويندب أن يكون معظم رأس الرجل عن يمين الإمام أو المنفرد لتتم المحاذاة، لكن بعضهم عبر بالضمير بدلا عن الظاهر فقال : ويندب أن يقف عند رأس الذكر بحيث يكون معظمه على جهة يمين الإمام. ومن هنا حصل التصرف في العبارة ونشأ الغلط، فظن بعضهم أن الضمير في قوله معظمه يعود على الميت حتى أن بعضهم عبر بالظاهر بدل المضمر على هذا الفهم السيئ فقال : بحيث يكون معظم الميت عن يمين الإمام. وهذا كله غلط وسوء فهم. وإنما المراد أن يكون معظم رأس الميت الذكر عن يمين الإمام ليحصل كمال المحاذاة المطلوبة. ومما يؤيد أن ما قلناه هو الصواب وأن عبارة الفقهاء هي خطأ ناشئ عن سوء الفهم وتداول الأيدي للعبارة أنهم قالوا إذا صلى على القبر أي فيقف عند موضع رأس الرجل وعند موضع عجيزة المرأة. وقد ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى على قبر رجل ووقف عند موضع رأسه، وعلى قبر امرأة ووقف عند موضع عجيزتها. فلو كان الحال كما يقول بعض أهل الحواشي من الفقهاء إن رأس الذكر عن يسار الإمام لكان المصلي على القبر مستدبرا للقبلة، فصلاته باطلة. وحاشا النبي صلى الله عليه وسلم أن يصلي صلاة باطلة مستدبرا للقبلة، وحاشا السلف الصالح بل حاشا المسلمين أجمعين من ذلك. فيا من يقول إن رأس الذكر يكون مما يلي يسار الإمام، إفرض أنك تصلي على رجل في قبره بهذه الكيفية، وتصور وتخيل نفسك تماما، فلاتجد نفسك حينئذ إلا مستدبرا للقبلة. فعبارة المتون والشروح كلها مقصورة على ما هو المفهوم من الحديث فقط، فيقولون : ويندب أن يقف عند رأس الرجل وعجيزة المرأة للإتباع. أما قول بعض أهل الحواشي إن رأس الرجل من جهة يسار الإمام فلا أصل له ولا دليل عليه، بل قد يؤدي في بعض الحالات إلى بطلان الصلاة كما لو صلى على القبر كما سبقت الإشارة إليه. فهذا هو القول الصحيح في المسألة وعليه عمل الناس في جميع الأمصار. ومن ادعى أن السنة على خلاف عمل الناس فدعواه ظاهرة البطلان بعيدة عن الإتباع قريبة من الإبتداع مدارها سوء الفهم أعاذنا الله من ذلك وسلك بنا وبجميع المسلمين أوضح المسالك. و صلى الله على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه وسلم تسليما كثيرا. والحمد لله رب العالمين إهـ

Yang intinya beliau mengatakan bahwa Ulama yang mengatakan kepala jenazah diletakkan disebelah kiri imam adalah kurang tepat memahami redaksi ulama mutaqoddimin, tepatnya pada lafadz mu'dhomuhu yang oleh mereka domir hu dikembalikan pada lafadz Al-mayyit sehingga memberi kesimpulan bahwa yang dimaksud redaksi tersebut adalah menjadikan sebagian besar tubuh jenazah (mu'dhomuhu) berada disebelah kanan yang dapat terealisasi dengan meletakkan kepala jenazah laki-laki disebelah kiri (selatan). Syekh Ismail Zein membantah bahwa domir hu bukan kembali pada Al-mayyit tapi Ro'sul mayyit yang berarti kepala jenazah laki-laki disebelah kanan imam. Beliau juga menawarkan seandainya jenazah sudah dikuburkan (yang otomatis kepala disebelah utara) lalu menjadikan kepala jenazah disebelah kiri imam, maka akan membuat musholli itu sendiri berbalik arah menghadap timur ketika shalat dikuburan yang membuat shalatnya batal karena membelakangi kiblat.

Selain Syaikh Basudan dan Syaikh Ismail Zein, seorang Ulama Syafiiyyah dari Malibar India (tempat kelahiran mushonif fathul muin), Syekh Al-Allaamah Muhyissunnah Abdul Qodir Al-Fanmali Al-Malibari Asy-Syafii dalam kitabnya yang mengupas istilah-istilah dalam madzhab Syafiiyyah, berjudul Tahqiqul Mathlab Bita'rifi mustholahil madzhab cetakan DKI halaman 169-170. Beliau katakan ketika membahas istilah waalaihi al-amal atau alaihi amalunnas adalah termasuk sighot tarjih:

تحقيق المطلب بتعريف مصطلح المذهب صـــ ١٦٩-١٧٠ دار الكتب العلمية
وفي رسالة التنبيه نقلا عن مختصر فتاوى ابن حجر لإبن قاضي وقول الشيخين وعليه العمل صيغة الترجيح كما ‏حققه بعضهم. إهـ وقال الشيخ السيد علوي بن أحمد السقاف رحمه الله في باب صلوة الميت: وَيُوضَعُ رَأْسُ الذَّكَرِ ‏لِجِهَةِ يَسَارِ الْإِمَامِ وَيَكُونُ غَالِبُهُ لِجِهَةِ يَمِينِهِ خِلَافًا لِمَا عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ الْآنَ، كذا في ع ش و بج والجمل وغيرهما ‏من حواشي المصريين. قال الشيخ عبد الله باسودان الحضرمي: ﻟﻜﻨﻪ ﻣﺠﺮﺩ ﺑﺤﺚ ﻭﺃﺧﺬ ﻣﻦ ﻛﻼﻡ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ. ﻭﻓﻌﻞ ‏ﺍﻟﺴﻠﻒ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﻭﺻﻠﺤﺎﺀ ﻓﻲ ﺟﻬﺘﻨﺎ ﺣﻀﺮﻣﻮﺕ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﺟﻌﻞ ﺭﺃﺱ ﺍﻟﺬﻛﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﺼلوﺓ ﻋﻦ ﺍﻟﻴﻤﻴﻦ ﺃﻳﻀﺎ. ﻭﺍﻟﻤﻌﻮﻝ ‏ﻋﻠﻴﻪ ﻫﻮ ﺍﻟﻨﺺ ﺇﻥ ﻭﺟﺪ ﻣﻦ ﻣﺮﺟﺢ، ﻻ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻭﺍﻷﺧﺬ، ﻭﺇﻻ ﻓﻤﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺠﻤﻬﻮﺭ ﻫﻨﺎ ﻫﻮ ﺍﻟﺼﻮﺍﺏ انتهى ‏ﻣﻦ ﻓﺘﺎﻭﻳﻪ. أي فما عليه العلماء والصلحاء من ﺟﻌﻞ ﺭﺃﺱ ﺍﻟﺬﻛﺮ أيضا عن يمين الإمام هو المعتمد خلافا لما ‏ذكروه مخالفا للعمل وما أخذ من كلام المجموع وغيره من كتب المتقدمين. قال الشيخ الفقيه محمد بن الصوفي ‏الكرنغفاري المليباري رحمه الله: وهذا الأخذ خطاء لأن بعض المتقدمين قالوا يسن أن يجعل معظم الميت عن ‏يمين الإمام، ومعلوم أن السنة أن يقف الإمام عند رأس الميت، فظن أن الوقوف عند رأس الميت مع جعل ‏معظمه عن يمين الإمام لا يمكن إلا إذا جعل رأسه عن يسار الإمام، فحملوا لفظ المعظم على المعنى الحسي، ولذا ‏قالوا: ويكون غالبه لجهة اليمين. وهذا خطاء، بل الصواب حمله على المعظم المعنوي، يعني معظم الأعضاء ‏وهو الرأس. فالحاصل أن الوقوف عند رأس الميت وجعل معظمه عن اليمين أمر واحد. إهـ

Makna Tuban : “Dan didalam Risalah Al-Tanbih mengutip ‎dari kitab Mukhtashar Fatawa Ibnu Hajar karya Ibnu Qadhi “dan ungkapan dua syaikh (Imam Al-‎Nawawi dan Al-Rafi’i) ‘‎وعليه العمل‎’ (dan berdasarkan hal itu yaitu pengamalan) adalah shighat tarjih ‌‎(adalah bentuk redaksi yang digunakan untuk mengunggulkan suatu pendapat yang secara tidak ‎langsung menunjukkan adanya perbedaan pandangan dikalangan ulama, pen) sebagaimana ‎pernyataan sebagian ulama”. Telah berkata Sayyid ‘Alawi bin Ahmad Al-‎Saqaf yang keterangannya senada dengan keterangan dalam kitab Hasiyah As-Syibromilisi, Al-Bujairami, Jamal dll dari kitab-kitab hasiyah kontemporer : “Dan kepala jenazah laki-laki diletakkan disebelah kiri imam sehingga sebagian besar tubuh jenazah berada disebelah kanan imam, berbeda dengan apa yang diamalkan orang-orang sekarang”.‎ Asy-Syaikh Abdullah Baasudan Al-Hadlromi mengatakan : ‎“akan tetapi hal itu hanya sebuah pembahasan dan pengambilan pemahaman dari kalam Al-Majmuk. Sedangkan apa yang dilakukan ulama salaf dari kalangan ulama dan orang-orang shalih dikawasan hadlramaut dan lain-lain adalah ‎meletakkan kepala janazah laki-laki disebelah kanan imam juga (seperti jenazah perempuan). Yang dijadikan pegangan adalah nash apabila terdapat sesuatu yang mengunggulkan, bukan metode pembahasan dan pengambilan pemahaman. Jika tidak begitu, maka apa yang dikatakan jumhur tersebut yang benar, dalam arti apa yang dikatakan ulama dan orang-orang shalih yang menjadikan kepala janazah laki-laki di sebelah kanan imam adalah mu’tamad (pandangan ‎kuat/dapat dijadikan pegangan), dengan menyelisihi keterangan yang telah disebutkan oleh para ‎ulama yang mengatakan hal itu berbeda dengan pengamalan orang-orang sekarang dan keterangan yang diambil dari kalam Al-Majmu’ dan ‎yang lain dari kitab-kitab ulama terdahulu”.‎ Menanggapi hal itu, Asy-Syaikh Al-Faqih Muhammad bin Ash-Shufi Al-Malibari mengatakan : "pengambilan pemahaman ini keliru, karena sebagian Ulama terdahulu mengatakan bahwa sunahnya adalah imam mengambil posisi disisi kepala janazah sehingga mereka mengira bahwa mengambil posisi disisi kepala janazah bersamaan menjadikan sebagian besar tubuh jenazah disebelah kanan imam itu tidak mungkin kecuali apabila menjadikan kepala jenazah disebelah kiri imam. Akhirnya mereka mengarahkan lafadz al-mu'dhom pada makna hissi (dohir), karena alasan itulah mereka mengatakan "dan sebagian besar tubuh jenazah berada disebelah kanan". Dan ini keliru, yang benar adalah mengarahkan lafadz mu'dhom pada makna mu'dhom maknawi, yakni yang diagungkan dari anggota tubuh jenazah yaitu kepala. Kesimpulannya adalah posisi imam disisi kepala jenazah dan menjadikan anggota yang diagungkan (kepala) disebelah kanan itu satu kesatuan”.‎

Dari semua pemaparan diatas, sebenarnya perbedaan ini terjadi berangkat dari redaksi ulama mutaqoddimin " mu'dhomuhu". Intinya inti mereka sepakat kalau mu'dhom itu diletakkan disebelah kanan, karena jenazah itu diposisikan sebagai makmum yang berarti sisi kanan lah yang lebih utama. Namun satunya memahami bahwa mu'dhomuhu berarti sebagian tubuh jenazah dan satunya lagi memahami kepala jenazah. Bahkan Syekh Abdul Qodir memahami bahwa redaksi khilafa maa alaihi amalunnas ini sebagai sighot tarjih yang berarti para Ulama mengunggulkan pendapat yang mengatakan kepala jenazah laki-laki diletakkan disebelah kanan (utara) jenazah. Namun sekali lagi itu semua terkait etika, bukan kewajiban. Dan yang terakhir, bahwa para Ulama sepakat jika dishalatkan dimasjid Nabawi atau didekat pusara Rasulullah ﷺ, maka kepala jenazah diletakkan disebelah kiri imam baik jenazah laki-laki ataupun perempuan karena menjaga adab terhadap Rasulullah ﷺ.

Kesimpulan:
Apa yang diamalkan masyarakat dengan meletakkan kepala jenazah laki-laki disebelah kanan sudah tepat dan sesuai dengan amalan para salaf khususnya  Ulama Yaman.

WaLlahu A’lam Bisshowab

وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين والحمد لله رب العالمين.

Referensi Selengkapnya:

المجموع شرح المهذب ج ه صـــ ٢٢٤-٢٢٥ ط. دار الفكر 
أَمَّا الْأَحْكَامُ فيه مسائل (إحداها) السُّنَّةُ أَنْ يَقِفَ الْإِمَامُ عِنْدَ عَجِيزَةِ الْمَرْأَةِ بِلَا خِلَافٍ لِلْحَدِيثِ وَلِأَنَّهُ أَبْلُغُ فِي صِيَانَتِهَا عَنْ الْبَاقِينَ وَفِي الرَّجُلِ وَجْهَانِ (الصَّحِيحُ بِاتِّفَاقِ الْمُصَنِّفِينَ وَقَطَعَ بِهِ كَثِيرُونَ وَهُوَ قَوْلُ جُمْهُورِ أَصْحَابِنَا الْمُتَقَدِّمِينَ أَنَّهُ يَقِفُ عِنْدَ رَأْسِهِ (وَالثَّانِي) قَالَهُ أَبُو عَلِيٍّ الطَّبَرِيُّ عِنْدَ صَدْرِهِ وَهَذَا اخْتِيَارُ إمَامِ الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزَالِيِّ وَقَطَعَ بِهِ السَّرَخْسِيُّ قَالَ الصَّيْدَلَانِيُّ وَهُوَ اخْتِيَارُ أَئِمَّتِنَا وَقَالَ الْمَاوَرْدِيُّ قال اصحابنا البصريون عند رأسه والبغداديون عند صدره (وَالصَّوَابُ) مَا قَدَّمْتُهُ عَنْ الْجُمْهُورِ وَهُوَ عِنْدَ رَأْسِهِ وَنَقَلَهُ الْقَاضِي حُسَيْنٌ عَنْ الْأَصْحَابِ قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَيْسَ لِلشَّافِعِيِّ فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ نَصٌّ مِمَّنْ قَالَ هَذَا الْمَحَامِلِيُّ فِي الْمَجْمُوعِ وَالتَّجْرِيدِ وَصَاحِبُ الْحَاوِي وَالْقَاضِي حُسَيْنٌ وَإِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَغَيْرُهُمْ وَقَدْ ذَكَرَ الْبَغَوِيّ فِي كِتَابِهِ شَرْحُ السُّنَّةِ عن الشافعي وأحمد واسحق أَنَّهُ يَقِفُ عِنْدَ رَأْسِهِ وَالْخُنْثَى كَالْمَرْأَةِ فَيَقِفُ عِنْدَ عَجِيزَتِهِ فَلَوْ خَالَفَ هَذَا فَوَقَفَ عِنْدَ عَجِيزَةِ الرَّجُلِ أَوْ غَيْرِهَا أَوْ رَأْسِ الْمَرْأَةِ وَالْخُنْثَى أَوْ غَيْرِهِ صَحَّتْ صَلَاتُهُ لَكِنَّهُ خِلَافُ السُّنَّةِ هَذَا تَفْصِيلُ مَذْهَبِنَا وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ يَقِفُ عِنْدَ صَدْرِ الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ جَمِيعًا وَقَالَ أَبُو يُوسُفَ وَأَحْمَدُ فِي رِوَايَةٍ عِنْدَ عَجِيزَةِ الْمَرْأَةِ وَصَدْرِ الرَّجُلِ وَعَنْ أَحْمَدَ رِوَايَةٌ عِنْدَ رَأْسِ الرَّجُلِ وَلَمْ يَذْكُرْ ابْنُ الْمُنْذِرِ وَغَيْرُهُ عنه غيرها وبه قال اسحق وحكاه الترمذي عن أحمد واسحق وَنَقَلَ الْعَبْدَرِيُّ عَنْ مَالِكٍ عِنْدَ وَسَطِ الرَّجُلِ وَمَنْكِبَيْ الْمَرْأَةِ قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ وَقَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ يَقِفُ حَيْثُ شَاءَ مِنْهُمَا

تحفة المحتاج في شرح المنهاج ج ٣ صـــ ١٥٦
المؤلف: أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي 
(وَيَقِفُ) نَدْبًا الْمُصَلِّي وَلَوْ عَلَى قَبْرِ الْمُسْتَقِلِّ (عِنْدَ رَأْسِ الرَّجُلِ) لِلِاتِّبَاعِ حَسَّنَهُ التِّرْمِذِيُّ (وَعَجُزِهَا) أَيْ الْمَرْأَةِ لِلِاتِّبَاعِ رَوَاهُ الشَّيْخَانِ وَمِثْلُهَا الْخُنْثَى وَمُحَاوَلَةً لِسَتْرِهَا أَوْ إظْهَارًا لِلِاعْتِنَاءِ بِهِ
masukkan script iklan disini
الفِقْهُ الإسلاميُّ وأدلَّتُهُ أ. د. وَهْبَة بن مصطفى الزُّحَيْلِيّ ج ٢ صـــ ١٥٢٤ ط. دار الفكر 
خامساً ـ مكان وقوف الإمام من الجنازة: اختلف الفقهاء في تحديد مكان وقوف الإمام أمام الجنازة على آراء : فقال الحنفية: يندب أن يقوم الإمام بحذاء الصدر مطلقاً للرجل والمرأة؛ لأنه محل الإيمان، والشفاعة لأجل إيمانه، وعملاً بما روي عن ابن مسعود. وقال المالكية: يقف الإمام عند وسط الرجل، وعند منكبي المرأة. وقال الشافعية: يندب أن يقف المصلي إماماً أو منفرداً عند رأس الرجل، وعند عجز الأنثى، أي ألياها، اتباعاً للسنة، كما روى الترمذي وحسنه، وحكمة المخالفة: المبالغة في ستر الأنثى. أما المأموم فيقف في الصف حيث كان. وقال الحنابلة: يقوم الإمام عند صدر الرجل ووسط المرأة

حاشية البجيرمي على شرح المنهج ج ١ صـــ ٤٨٤
المؤلف: سليمان بن محمد بن عمر البُجَيْرَمِيّ المصري الشافعي (المتوفى: ١٢٢١ هـ)
وَيُوضَعُ رَأْسُ الذَّكَرِ لِجِهَةِ يَسَارِ الْإِمَامِ وَيَكُونُ غَالِبُهُ لِجِهَةِ يَمِينِهِ خِلَافًا لِمَا عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ الْآنَ أَمَّا الْأُنْثَى وَالْخُنْثَى فَيَقِفُ الْإِمَامُ عِنْدَ عَجِيزَتِهِمَا وَيَكُونُ رَأْسُهُمَا لِجِهَةِ يَمِينِهِ عَلَى عَادَةِ النَّاسِ الْآنَ ع ش، وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ يَجْعَلُ مُعْظَمَ الْمَيِّتِ عَنْ يَمِينِ الْمُصَلِّي، فَحِينَئِذٍ يَكُونُ رَأْسُ الذَّكَرِ جِهَةَ يَسَارِ الْمُصَلِّي، وَالْأُنْثَى بِالْعَكْسِ إذَا لَمْ تَكُنْ عِنْدَ الْقَبْرِ الشَّرِيفِ أَمَّا إنْ كَانَتْ هُنَاكَ، فَالْأَفْضَلُ جَعْلُ رَأْسِهَا عَلَى الْيَسَارِ كَرَأْسِ الذَّكَرِ لِيَكُونَ رَأْسُهَا جِهَةَ الْقَبْرِ الشَّرِيفِ سُلُوكًا لِلْأَدَبِ كَمَا قَالَهُ بَعْضُ الْمُحَقِّقِينَ.

تنوير القلوب صـــ ٢١٢
وَأَنْ يُجْعَلَ رَاسُ الذَّكَرِ عَنْ يَسَارِ الإمَامِ وَيَقِفُ الإمَامُ قَرِيْبًا مِنْ رَأسِهِ وَرَأسُ الأُنَثَى عَنْ يَمِيْنِهِ وَيَقِفُ عِنْدَ عَجْزِهَا. 

وفي نهاية الزين صـــ ١٥٩
وَأَنْ يُجْعَلَ رَاسُ الذَّكَرِ عَنْ يَسَارِ الإمَامِ وَيَقِفُ الإمَامُ قَرِيْبًا مِنْ رَأسِهِ وَمِثْلُهُ الْمُنْفَرِدُ وَرَأسُ الأُنَثَى عَنْ يَمِيْنِهِ وَيَقِفُ عِنْدَ عَجْزِهَا.

حاشية الشرواني 
وَفِي هَامِشِ الْمُغْنِي لِصَاحِبِهِ وَالْأَوْلَى كَمَا قَالَ السَّمْهُودِيُّ فِي حَوَاشِي الرَّوْضَةِ جَعْلُ رَأْسِ الذَّكَرِ عَنْ يَسَارِ الْإِمَامِ لِيَكُونَ مُعْظَمُهُ عَلَى يَمِينِ الْإِمَامِ ا هـ

بُشرى الكريم ج ١ صـــ ٤٦٧ ط. دار المنهاج 
المؤلف: سَعيد بن محمد بَاعَليّ بَاعِشن الدَّوْعَنِيُّ الرباطي الحضرمي الشافعي (المتوفى: ١٢٧٠ هـ)
ويسن أن يقف غير مأموم من إمام ومنفرد ولو على القبر عند رأس ذكر، وعجز غيره؛ للاتباع. قال (ب ج)، والونائي بأن يوضع رأس الميت لجهة يسار الإمام والمنفرد، ورأس الأنثى عن يمينهما؛ ليكون معظم الميت عن يمينهما، خلاف ما عليه عمل الناس في الذكر، وعلى ما عليه عملهم في الأنثى، وهذا في غير المسجد النبوي، أمَّا فيه فيجعل رأس الميت يسارهما مطلقاً؛ ليكون رأسه جهة القبر الشريف كما قاله بعض المحققين. اهـ

حاشية الشربيني على غرر البهية ج ٢ صـــ ١٠٨
(قَوْلُهُ: وَمِنْ ثَمَّ إلَخْ) هَذَا كَلَامُ الْأَصْحَابِ وَعُلِّلَ بِأَنَّ جِهَةَ الْيَمِينِ أَشْرَفُ وَقَضِيَّةُ هَذِهِ الْعِلَّةِ أَنْ يَكُونَ الْأَفْضَلُ فِي الرَّجُلِ الذَّكَرِ جَعْلَهُ عَلَى يَمِينِ الْمُصَلِّي فَيَقِفُ عِنْدَ رَأْسِهِ وَيَكُونُ غَالِبُهُ عَلَى يَمِينِهِ فِي جِهَةِ الْغَرْبِ وَهُوَ خِلَافُ عَمَلِ النَّاسِ نَعَمْ الْمَرْأَةُ وَكَذَا الْخُنْثَى، السُّنَّةُ أَنْ يَقِفَ عِنْدَ عَجِيزَتِهِمَا فَيَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ رَأْسُهُمَا فِي جِهَةِ الْيَمِينِ وَهُوَ الْمُوَافِقُ لِعَمَلِ النَّاسِ وَحِينَئِذٍ يُنْتَجُ مِنْ ذَلِكَ أَنَّ مَعْنَى جَعْلِ الْخَنَاثَى صَفًّا عَنْ الْيَمِينِ أَنْ يَكُونَ رِجْلَا الثَّانِي عِنْدَ رَأْسِ الْأَوَّلِ وَهَكَذَا فَيُتَأَمَّلُ. اهـ. عَمِيرَةُ. اهـ. سم عَلَى الْمَنْهَجِ وَبِهَامِشِ شَرْحِ الْمَنْهَجِ عَلَى قَوْلِهِ: رَأْسُ كُلٍّ مِنْهُمَا عِنْدَ رِجْلِ الْآخَرِ فَيَكُونَانِ صَفًّا طَوِيلًا عَلَى يَمِينِ الْإِمَامِ. اهـ

قَالَ النَّاشِرِيُّ: وَلَوْ لَمْ يُحَاذِ الْمُصَلِّي الْمَيِّتَ بِجُزْءٍ مِنْ بَدَنِهِ بِأَنْ وَقَفَ فِي الْعُلُوِّ وَالْمَيِّتُ فِي السُّفْلِ أَوْ بِالْعَكْسِ أَوْ وُضِعَ الْمَيِّتُ فِي تَابُوتٍ وَعَلَيْهِ خَشَبَةٌ مُعْتَرِضَةٌ فَوَقَفَ الْمُصَلِّي عَلَيْهَا بِحَيْثُ صَارَ مُرْتَفِعًا عَنْ الْمَيِّتِ فَهَلْ تَصِحُّ الصَّلَاةُ كَمَا تَصِحُّ الصَّلَاةُ فِي الْقَبْرِ مَعَ انْتِفَاءِ الْمُحَاذَاةِ أَمْ لَا تَصِحُّ لِكَوْنِهِ لَمْ يُحَاذِ جُزْءًا مِنْ الْمَيِّتِ وَتُخَالِفُ الْقَبْرَ لِأَنَّهُ مَحَلُّ ضَرُورَةٍ؟ أَتَمُّ الرِّوَايَتَيْنِ الْبُطْلَانُ. اهـ. لَكِنَّ الظَّاهِرَ ضَعْفُ هَذَا كَمَا مَرَّ فِي الْإِمَامِ وَالْمَأْمُومِ. اهـ. وَفِي حَاشِيَةِ الْجَمَلِ عَلَى الْمَنْهَجِ مَا نَصُّهُ: التَّقْدِيمُ فِي غَيْرِ الْخَنَاثَى أَنْ يَكُونَ وَاحِدٌ بَعْدَ وَاحِدٍ إلَى جِهَةِ الْقِبْلَةِ، وَأَمَّا فِي الْخَنَاثَى فَبِأَنْ نَجْعَلَهُمْ صَفًّا طَوِيلًا وَنُقَدِّمَ إلَى يَمِينِ الْإِمَامِ أَسْبَقَهُمْ. اهـ. وَظَاهِرُهُ أَنَّ الصَّفَّ يَكُونُ عَنْ يَمِينِهِ لَا إلَى جِهَةِ الْقِبْلَةِ فَتَأَمَّلْ، فَاسْتَفَدْنَا مِنْ هَذَا كُلِّهِ أَنَّ الْمَدَارَ فِي صِحَّةِ الصَّلَاةِ عَلَى الْمَيِّتِ أَنْ يَكُونَ الْمُصَلِّي مُحَاذِيًا لَهُ وَلَوْ بِجِهَةِ يَمِينِهِ لَا أَنْ يَكُونَ مُسْتَقْبِلًا لَهُ كَمَا يَدُلُّ عَلَيْهِ أَيْضًا قَوْلُ سم فِي شَرْحِ أَبِي شُجَاعٍ: وَيُشْتَرَطُ أَنْ يَكُونَ مُحَاذِيًا لَهَا كَالْمَأْمُومِ مَعَ الْإِمَامِ، فَتَدَبَّرْ.

غاية المنى بشرح سفينة النجا صـــ ٥٠٦
وأما وضع الجنازة فتكون كالآتي، وهو أن يجعل رأس الميت عن يمين الإمام، وغالبه على يسار الإمام، وهو الذي عليه العمل بنقل الخلف عن السلف عملا، وإن كان البحث الفقهي بأن يجعل رأس الميت عن يسار الإمام، وباقیه عن يمينه، هذا إذا كان الميت الذي يصلى عليه ليس عند القبر الشريف على ساكنه أفضل الصلاة وأتم التسليم والتشريف. أما إذا كان عند قبره الشريف ويصلى عليه في الروضة، فالأدب أن يكون رأس الميت لجهة القبر الشريف وهو الذي جرى عليه الرملي ومن تابعه، ونظر فيه ابن حجر ولكنه استوجهه. وأما موقف الإمام ومثله المنفرد فيسن أن يكون عند رأس الذكر، وعند عجيزة غيره من أنثي و خنثی؛ لأن أنس -رضي الله عنه - صلى على رجل فقام عند رأسه، وعلى امرأة فقام عند عجزها، وقال: هكذا كانت صلاة رسول الله . رواه أبو داود وحسنه والترمذي. وفي الصحيحين»: «أن النبي صلى على امرأة ماتت في نفاسها فقام وسطها ». كل ذلك في
الإمام والمنفرد.

ترشيح المستفيدين صـــ ١٤١-١٤٢
ويقف ندبا غير مأموم من إمام ومنفرد عند رأس ذكر وعجز غيره من أنثى وخنثى ويوضع رأس الذكر لجهة يسار الإمام ويكون غالبه لجهة يمينه خلافا لما عليه عمل الناس الآن أما الأنثى والخنثى فيقف الإمام عند عجيزتهما ويكون رأسهما لجهة يمينه على عادة الناس الآن كذا في ع ش وبج والجمل وغيرها من حواشي المصريين قال الشيخ عبد الله باسودان الحضرمي لكنه مجرد بحث وأخذ من كلام المجموع وفعل السلف من علماء وصلحاء في جهتنا حضرموت وغيرها جعل رأس الذكر في الصلاة عن اليمين أيضا والمعول عليه هو النص ان وجد من مرجح لا على سبيل البحث والأخذ وإلا فما عليه الجمهور هذا هو الصواب. انتهى من فتاويه.
هذا إن لم تكن الجنازة عنذ القبر الشريف وإلا فالأفضل جعل رأسها على اليسار ليكون رأسها جهة القبر الشريف سلوكا للأدب وعليه العمل بالمدينة وجرى عليه الرملي وأتباعه. ونظر ابن حجر في استثنائه قال وإن كان له وجه وجيه. اهـ

الرسالة الحائزة في بعض أحكام الجنازة صـــ ١٠-١٢
ومن فتوى العلامة الجليل المدرس بالحرم المكي المنيف الشيخ إسماعيل عثمان الزين لطف الله به مانصه : بسم الله الرحمن الرحيم (أما بعد) فكثيرا ما يذاكرني بعض الإخوان من طلبة العلم الشريف في مسألة فقهية هي في الواقع مسألة كمالية ليست واجبة ولا لازمة بل هي هيئة مندوبة، ولكن ربما كثر فيها النـزاع وطال، ووقع في فهمها وتطبيقها الخلاف واستطال، حتى صار يغلط بعضهم بعضا فيما هو ليس واجبا ولا فرضا؛ هذه المسألة هي كيفية وقوف الإمام والمنفرد في الصلاة على الجنازة. وسبب النزاع والخلاف يرجع إلى أمرين : (أحدهما) سوء الفهم في معنى عبارة بعض الفقهاء، (وثانيهما) تداول النقل للعبارة حتى صار الخطأ في تفسيرها كأنه ليس بالخطأ. وها أنا إن شاء الله أوضح منها المراد وأسلك فيها مسلك الرشاد والسداد، فأقول، وبالله التوفيق : قال الإمام أبو داود في سننه : (باب أين يقوم الإمام من الميت إذا صلى عليه) وساق سند الحديث إلى أنس بن مالك رضي الله عنه أنه صلى الله على رجل فقام عند رأسه، وصلى على امرأة فقام عند عجيزتها. قال له العلاء بن زياد : هكذا كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفعل ؟. قال : نعم. وفي الصحيحين من حديث سمرة بن جندب رضي الله عنه قال : صليت وراء النبي صلى الله عليه وسلم على امرأة ماتت في نفاسها فقام وسطها. قال العلامة الأمير : فيه دليل على مشروعية القيام عند وسط المرأة إذا صلى عليها، وهذا مندوب. وأما الواجب فإنما هو استقبال جزء من الميت رجلا أو امرأة. وعن الإمام الشافعي رحمه الله أنه يقف حذاء رأس الرجل وعند عجيزة المرأة لما أخرجه أبو داود والترمذي من حديث أنس إلخ يعني الحديث المتقدم. دل ذلك على أمرين : (أحدهما) واجب؛ وهو محاذاة الإمام أو المنفرد بجميع بدنه جزأ من بدن الميت أي جزء كان، سواء كان رأسه أو بطنه أو رجله أو غير ذلك. (ثانيهما) مندوب ومستحب؛ وهو وقوفه عند رأس الرجل وعند عجيزة المرأة. والحكمة في ذلك أن الرأس هو أشرف أعضاء الإنسان فاستحب الوقوف عنده بشرط محاذاة المصلي له بجميع بدنه. واستحب الوقوف وسط المرأة عند عجيزتها لأنه أستر لها. وفي كلا الحالين رأس الميت سواء كان رجلا أو امرأة مما يلي يمين الإمام لا غير. والأمر الثاني أشار له الفقهاء بقولهم : ويندب أن يقف عند رأس الرجل وعجيزة المرأة. وحرصا منهم على حصول المحاذاة الواجبة بيقين قالوا : ويندب أن يكون معظم رأس الرجل عن يمين الإمام أو المنفرد لتتم المحاذاة، لكن بعضهم عبر بالضمير بدلا عن الظاهر فقال : ويندب أن يقف عند رأس الذكر بحيث يكون معظمه على جهة يمين الإمام. ومن هنا حصل التصرف في العبارة ونشأ الغلط، فظن بعضهم أن الضمير في قوله معظمه يعود على الميت حتى أن بعضهم عبر بالظاهر بدل المضمر على هذا الفهم السيئ فقال : بحيث يكون معظم الميت عن يمين الإمام. وهذا كله غلط وسوء فهم. وإنما المراد أن يكون معظم رأس الميت الذكر عن يمين الإمام ليحصل كمال المحاذاة المطلوبة. ومما يؤيد أن ما قلناه هو الصواب وأن عبارة الفقهاء هي خطأ ناشئ عن سوء الفهم وتداول الأيدي للعبارة أنهم قالوا إذا صلى على القبر أي فيقف عند موضع رأس الرجل وعند موضع عجيزة المرأة. وقد ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى على قبر رجل ووقف عند موضع رأسه، وعلى قبر امرأة ووقف عند موضع عجيزتها. فلو كان الحال كما يقول بعض أهل الحواشي من الفقهاء إن رأس الذكر عن يسار الإمام لكان المصلي على القبر مستدبرا للقبلة، فصلاته باطلة. وحاشا النبي صلى الله عليه وسلم أن يصلي صلاة باطلة مستدبرا للقبلة، وحاشا السلف الصالح بل حاشا المسلمين أجمعين من ذلك. فيا من يقول إن رأس الذكر يكون مما يلي يسار الإمام، إفرض أنك تصلي على رجل في قبره بهذه الكيفية، وتصور وتخيل نفسك تماما، فلاتجد نفسك حينئذ إلا مستدبرا للقبلة. فعبارة المتون والشروح كلها مقصورة على ما هو المفهوم من الحديث فقط، فيقولون : ويندب أن يقف عند رأس الرجل وعجيزة المرأة للإتباع. أما قول بعض أهل الحواشي إن رأس الرجل من جهة يسار الإمام فلا أصل له ولا دليل عليه، بل قد يؤدي في بعض الحالات إلى بطلان الصلاة كما لو صلى على القبر كما سبقت الإشارة إليه. فهذا هو القول الصحيح في المسألة وعليه عمل الناس في جميع الأمصار. ومن ادعى أن السنة على خلاف عمل الناس فدعواه ظاهرة البطلان بعيدة عن الإتباع قريبة من الإبتداع مدارها سوء الفهم أعاذنا الله من ذلك وسلك بنا وبجميع المسلمين أوضح المسالك. و صلى الله على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه وسلم تسليما كثيرا. والحمد لله رب العالمين إهـ

تحقيق المطلب بتعريف مصطلح المذهب صـــ ١٦٩-١٧٠ دار الكتب العلمية
وفي رسالة التنبيه نقلا عن مختصر فتاوى ابن حجر لإبن قاضي وقول الشيخين وعليه العمل صيغة الترجيح كما ‏حققه بعضهم. إهـ وقال الشيخ السيد علوي بن أحمد السقاف رحمه الله في باب صلوة الميت: وَيُوضَعُ رَأْسُ الذَّكَرِ ‏لِجِهَةِ يَسَارِ الْإِمَامِ وَيَكُونُ غَالِبُهُ لِجِهَةِ يَمِينِهِ خِلَافًا لِمَا عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ الْآنَ، كذا في ع ش و بج والجمل وغيرهما ‏من حواشي المصريين. قال الشيخ عبد الله باسودان الحضرمي: ﻟﻜﻨﻪ ﻣﺠﺮﺩ ﺑﺤﺚ ﻭﺃﺧﺬ ﻣﻦ ﻛﻼﻡ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ. ﻭﻓﻌﻞ ‏ﺍﻟﺴﻠﻒ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﻭﺻﻠﺤﺎﺀ ﻓﻲ ﺟﻬﺘﻨﺎ ﺣﻀﺮﻣﻮﺕ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﺟﻌﻞ ﺭﺃﺱ ﺍﻟﺬﻛﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﺼلوﺓ ﻋﻦ ﺍﻟﻴﻤﻴﻦ ﺃﻳﻀﺎ. ﻭﺍﻟﻤﻌﻮﻝ ‏ﻋﻠﻴﻪ ﻫﻮ ﺍﻟﻨﺺ ﺇﻥ ﻭﺟﺪ ﻣﻦ ﻣﺮﺟﺢ، ﻻ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻭﺍﻷﺧﺬ، ﻭﺇﻻ ﻓﻤﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺠﻤﻬﻮﺭ ﻫﻨﺎ ﻫﻮ ﺍﻟﺼﻮﺍﺏ انتهى ‏ﻣﻦ ﻓﺘﺎﻭﻳﻪ. أي فما عليه العلماء والصلحاء من ﺟﻌﻞ ﺭﺃﺱ ﺍﻟﺬﻛﺮ أيضا عن يمين الإمام هو المعتمد خلافا لما ‏ذكروه مخالفا للعمل وما أخذ من كلام المجموع وغيره من كتب المتقدمين. قال الشيخ الفقيه محمد بن الصوفي ‏الكرنغفاري المليباري رحمه الله: وهذا الأخذ خطاء لأن بعض المتقدمين قالوا يسن أن يجعل معظم الميت عن ‏يمين الإمام، ومعلوم أن السنة أن يقف الإمام عند رأس الميت، فظن أن الوقوف عند رأس الميت مع جعل ‏معظمه عن يمين الإمام لا يمكن إلا إذا جعل رأسه عن يسار الإمام، فحملوا لفظ المعظم على المعنى الحسي، ولذا ‏قالوا: ويكون غالبه لجهة اليمين. وهذا خطاء، بل الصواب حمله على المعظم المعنوي، يعني معظم الأعضاء ‏وهو الرأس. فالحاصل أن الوقوف عند رأس الميت وجعل معظمه عن اليمين أمر واحد. إهـ
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Iklan