Minggu 27 April 2025

Iklan

HUKUM MERENOFASI MASJID DENGAN MEMBONGKAR TOTAL

Muhammad Muzakka
Sunday, October 4, 2020
Last Updated 2020-10-04T02:45:27Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
HUKUM MERENOVASI MASJID DENGAN MEMBONGKAR TOTAL DAN MEMBANGUN BANGUNAN MASJID BARU



SOAL: Apakah diperbolehkan merenovasi masjid dengan cara membongkar total dan membangun bangunan masjid baru dikarenakan masjid tersebut sudah tidak menampung jamaah ?

JAWAB: Secara prinsip memang tidak diperbolehkan merubah masjid waqaf dari asal diwaqafkannya. Namun jika terdapat darurat, hajat atau maslahah yang kembali pada jamaah atau masjid, maka diperbolehkan membongkar total lalu membangun masjid baru. Dalam hal ini yang dimaksud maslahah yang kembali kepada jamaah adalah seperti masjid tidak dapat menampung jamaah karena banyaknya jamaah sehingga dibutuhkan perluasan, masjid bocor ketika musim hujan yang airnya mengganggu jamaah dengan tetesan airnya, panas dan dingin dll. Dan yang dimaksud maslahah yamg kembali kepada masjid adalah seperti ditakutkan masjid tsb akan roboh atau hampit roboh dll. Akan tetapi ketika renovasi itu sampai merobohkan dan menambah bangunan, maka disyaratkan harus ada izin dari Imam. 

KESIMPULAN
Hukum merenofasi dengan merobohkan dan menambah bangunan masjid adalah diperbolehkan jika memenuhi 4 syarat berikut :

1. Terdapat hajat yang mendesak untuk membongkar atau terdapat maslahah yang kembali pada jamaah atau masjid.

2. Bangunan yang akan dibangun adalah sebuah masjid, bukan pondok pesantren, toko atau yang lain.

3. Barang sisa bongkaran harus digunakan dalam pembangunan bangunan masjid yang baru.

4. Mendapat izin dari Imam.

REFERENSI

⚫ مجموع فتاوي ورسائل للسيد محمد بن علوي المالكي الحسني ص ١٨٠-١٨١
اذاعلمت ماذكر تحققت ان هدم المسجد المذكور جائز بأربعة شروط(الاول)ان تدعو الحاجة اليه,قال العلامة محمد بن عمر العفيف الحضري تلميذ ابن حجر في فتاويه:والحاجة المجوزة لهدم المسجد ما عاد نفعه علي نحو المصلين من دفع ضيق او نحو حروبرد وعلي المسجد من نحو خوف سقوط جدار وغير ذلك مما يدخل تحت الحاجة والمصلحة.(الثاني)ان يكون المعاد مسجدا يطلق عليه اسم المسجد لا غيره من رباط او حانوت ونحوها لتصريح عبارة التحفة والنهاية بامتناع تغير الوقف بما يغير الاسم دون ما لا يغيره-الي ان قال-(الثالث)ان لا يترك شيئا من الارض المهدوم عن ادخالها في المسجد بل يستوعبها وله الزيادة عليها لان في ترك شيئ منها تغييرا لاسم المتروك وقد علمت امتناعه مما سبق واما الزيادة فجائز لقول ابن حجر في العبارة السابقة في فتاويه :يجوز نقض المسجد وتوسيعه .(الرابع)ان يأذن الامام او القائم مقامه الزيادة ان كان فيها فتح باب او هدم حائط اشترط اذن الامام وان لم يكن فيها ذلك فلا يشترط ذلك

➡ Makna Pesantren
"Jika engkau telah mengetahui apa yang telah dijelaskan, maka menjadi jelas bahwa hukum menghancurkan masjid tsb adalah diperbolehkan jika memenuhi 4 syarat: 

1. Terdapat hajat yang mendesak untuk membongkar. Al-Allamah Muhammad bin Umar Al-Afif Al-Alhudlory, murid Imam Ibnu Hajar dalam fatawinya mengatakan ; Adapun hajat yang diperbolehkan untuk merobohkan/membongkar masjid adalah hajat yang manfaatnya kembali pada jamaah/orang2 yang sholat dimasjid tersebut, seperti menanggulangi sempitnya masjid ( yang tidak muat menampung jamaah ), panas atau dingin. Dan manfaat yang kembali kepada masjid, seperti dikhawatirkan robohnya tembok dll dari perkara yang masuk kategori hajat dan maslahah.

2. Bangunan yang akan dibangun merupakan sebuah masjid yang mana tempat tsb disebut masjid, bukan yang lain seperti pondok pesantren, toko, dll, karena penjelasan dalam kitab Tuhfah dan Nihayah terkait larangan merubah waqaf yang sampai merubah namanya, bukan merubah waqah yang tidak sampai merubah nama ( fungsi ). 

3. Barang bongkaran tidak boleh ditinggalkan untuk digunakan lagi untuk masjid yang baru, akan tetapi bongkaran tersebut diambil semuanya untuk digunakan masjid yang baru dan boleh nanti ditambahi. Karena meninggalkan barang bongkaran masjid yang lama ini berarti merubah fungsi/nama barang tersebut sebagai mana asalnya. Dan kamu telah tau tentang larangan ( merubah fungsi ) waqaf seperti yang dijelaskan. Adapun menambahi itu diperbolehkan, karena perkataan Ibnu Hajar dalam ibarot yang telah disebutkan dalam fatawinya yaitu: " Diperbolehkan merusak masjid dan memperluasnya ". 

4. Telah mendapat izin dari Imam atau yang menempat-nempati tempatnya imam untuk menambah jika memang perlu ditambah pintu atau merobohkan tembok, maka disyaratkan mendapat izin dari Imam. Dan jika tidak menambahi atau tidak ada yang dirobohkan, maka tidak disyaratkan mendapat izin dari Imam".
masukkan script iklan disini
⚫ الفتاوى النافعة فى مسائل الأحوال الواقعة صـ ١٣-١٤
( وَسُئِلَ ) عَنْ جَمَاعَةٍ عَنْ أَهْلِ اْلخَيْرِ أَرَادُوْا الْقِيَامَ فِيْ عِمَارَةِ مَسْجِدٍ "الْخَوْفَةِ" بِبَلَدِ شَامٍ بِهَدْمَهِ أَوَّلاً ثُمَّ اْلبِنَاءُ بِكَوْنِ اْلمَسْجِدِ اْلمَذْكُوْرِ قَدِيْمَ اْلبِنَاءِ وَجَانِبٌ مِنْهُ أَشْرَفَ عَلىَ اْلخَرَابِ بَلْ يَتَضَرَّرُ اْلمُصَلُّوْنَ أَوْقَاتِ اْلمَطَرِ بِتَقْطِيْرِ السَّوَّفِ وَعَدَمِ نُفُوْذِ السُّقُوْفِ وَعَدَمِ نُفُوْذِ اْلمَاءِ اْلخَارِجِ بِارْتِفَاعِ اْلأَرْضِ عَلَيْهِ مِنْ جَمِيْعِ اْلجَوَانِبِ وَاْلجَمَاعَةُ اْلمَذْكُوْرَةُ لَهُمُ النَّظَرُ مِنْ مُنْذُ سِنِيْنَ قَدِيْمَةٍ عَلىَ هَذَا اْلمَسْجِدِ يُوَلُّوْنَ مَنْ يَرَوْنَهُ أَهْلاً لِحِفْظِ غُلَّةِ وَقْفِ اْلمَسْجِدِ وَيَعْزُلُوْنَ مَنْ كَانَ بِاْلعَكْسِ فَهَلْ يَجُوْزُ لَهُمْ وَاْلحَالَةُ هَذِهِ اْلإِقْدَامُ عَلىَ هَدْمِ اْلمَسْجِدِ وَبِنَائِهِ وَكَسْبِهِ وَعُلُوِّهِ نَحْوًا مِنْ ثَلاَثَةِ أَذْرُعٍ إِلىَ أَنْ يُسَاوِىَ اْلأَرْضَ أَوْ يَزِيْدَ قَلِيْلاً ثُمَّ إِلىَ جِهَةِ اْلعُلُوِّ كَذَلِكَ زِيَادَةً عَلىَ ارْتِفَاعِهِ اْلآنَ وَبِيْعِ حُصُرِهِ وَأَبْوَابِهِ وَأَخْشَابِهِ اْلقَدِيْمَةِ وَإِبْدَالِهَا بِاْلجَدِيْدِ وَصَرْفِ مَا زَادَ مِنْ غُلَّةِ وَقْفِ اْلمَسْجِدِ اْلمَذْكُوْرِ فِيْ عِمَارَتِهِ مَعَ مَا اجْتَمَعَ مَعَهُمْ مِنْ أَهْلِ اْلخَيْرِ اْلمُعَاوِنِيْنَ فِي اْلبِنَاءِ هَلْ يَجُوْزُ ِلأَحَدِ اْلاعْتِرَاضِ عَلَيْهِمْ فِيْ هَذاَ الصَّنِيْعِ أَوِ التَّنْكِيْشِ فِيْ شَيْءٍ مِمَّا ذُكِرَ ( فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ ) إِذَا اقْتَضَتِ الضَّرُوْرَةُ وَمِثْلُهَا اْلحَاجَةُ وَاْلمَصْلَحَةُ كَمَا صَرَّحُوْا بِهِ هَدْمَهُ أَوْ رَفْعَهُ أَوْ تَوْسِعَتَهُ كَخَوْفِ سُقُوْطِ جِدَارٍ وَدَفْعِ حَرٍّ وَبَرْدٍ وَضَيْقٍ عَلىَ اْلمُصَلِّيْنَ وَغَيْرَ ذَلِكَ مِمَّا يَدْخُلُ تَحْتَ اْلمَصْلَحَةِ وَاْلحَاجَةِ جَازَ ماَ ذُكِرَ لِلنَّاظِرِ اْلخَاصِّ اْلأَهْلِ الثَّابِتِ لَهُ النَّظْرُ مِنْ جِهَةِ اْلوَاقِفِ اْلمَشْرُوْطِ لَهُ ذَلِكَ حَالَ اْلوَقْفِ ثُمَّ اْلحَاكِمِ -إلى أن قال - وَأَمَّا بَيْعُ اْلحُصُرِ أَوِ اْلأَخْشَابِ فَلاَ يَجُوْزُ وَلاَ يَصِحُّ إِلاَّ إِذَا بَلِيَتِ اْلحُصْرُ بِأَنْ ذَهَبَ جَمَالُهَا وَنَفْعُهَا كَمَا فِي اْلفَتْحِ أَوِ انْكَسَرَتِ اْلأَخْشَابُ أَوْ أَشْرَفَتْ وَلَمْ تَصْلُحْ إِلاَّ لِلْإِحْرَاقِ فَيَجُوْزُ حِيْنَئِذٍ وَصُرِفَ الثَّمَنُ لِمَصَالِحِ اْلمَسْجِدِ إِنْ لَمْ يَكُنْ شِرَاءُ حُصِيْرٍ أَوْ خَشَبِهِ وَإِلاَّ وَجَبَ وَإِنْ صَلُحَتْ لِشَيْءٍ غَيْرَ اْلإِحْراَقِ وَلَوْ بِإِدْرَاجِهاَ فِي آلاَتِ اْلعِمَاَرةِ امْتُنِعَ اْلبَيْعُ -إلى أن قال- وَالَّذِيْ يَظْهَرُ لِلْفَقِيْرِ أَنَّ اْلأَبْوَابَ كَاْلحُصُرِ وَاْلجُذُوْعِ فِي التَّفْصِيْلِ اْلمَذْكُوْرِ-هَذاَ كُلُّهُ إِذَا كَانَتْ مَوْقُوْفَةً وَأَمَّا إِذَا كَانَتْ مَمْلُوْكَةً فَيَجُوْزُ بَيْعُهَا مُطْلَقاً بِشَرْطِ ظُهُوْرِ اْلمَصْلَحَةِ اهـ
➡ Makna Pesantren
" Dan beliau ditanya tentang masalah segolongan ahli khoir yang menghendaki merenofasi masjid " Al Khofah " yang berada dinegara Syam dengan cara awalnya merobohkannya lalu membangunnya, dengan alasan masjid lama tersebut salah satu bagian sisinya hampir roboh bahkan para jamaah terganggu ketika musim hujan dengan menetesnya air hujan, tidak adanya talang air dan tidak mengalirnya air yang keluar disebabkan tingginya tanah daripada air tersebut dari semua sisi. Dan sekumpulan jamaah ahli khoir tersebut punya gagasan sejak beberapa tahun lamanya untuk mengangkat nadzir yang menangani masjid tersebut yang bisa merawat/menjaga penghasilan waqaf masjid dan memecat nadzir yang tidak bisa menjaga harta penghasilan masjid tersebut. Apakah hal tersebut diperbolehkan bagi mereka dan keadaannya mereka ini ingin merobohkan masjid dan membangunnya kembali, merenofasi, dan meninggikannya sekitar 3 dziro' dari tanah atau lebih sedikit, kemudian tingginya juga akan lebih ditinggikan dari tinggi yang sekarang, menjual tikarnya, pintunya, dan kayunya dari bangunan lama, dan menggantinya dengan yang baru, mentasarufkan harta lebihan dari penghasilan harta waqaf masjid tersebut guna keperluan renofasi tersebut, serta hal2 lain yang disepakati oleh jamaah ahli khoir yang menangani pembangunan tersebut. Apakah diperbolehkan bagi seseorang untuk menentang mereka dalam parmasalahan ini atau membalik sesuatu yang telah disebutkan ? 
Beliau menjawab dengan perkataannya: " Ketika terdapat darurat yang mendesak, dan disamakan dalam hal ini yaitu hajat dan maslahah sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama yaitu untuk merobohkannya, meninggikannya, memperluasnya, seperti ditakutkan robohnya tembok, menolak panas dan dingin, sempitnya tempat untuk menampung jamaah dll yang masuk kategori maslahah dan hajat, maka hal-hal diatas diperbolehkan bagi nadzir khos yang mampu dan telah dilegalkan baginya oleh orang yang mewaqafkan, yang mana hal itu telah disyaratkan ketika mewaqafkan, kemudian hakim. 
Adapun masalah menjual tikar dan kayu, tidak diperbolehkan dan tidak sah kecuali jika tikar itu sudah rusak, seperti sudah tidak terlihat bagus dan sudah tidak ada manfaatnya, sebagaimana keterangan dalam kitab fathul jawad, kayunya pecah atau hampir pecah/hancur dan tidak layak kecuali dibakar, maka diperbolehkan menjualnya ketika seperti ini dan mengalokasikan hasil penjualannya untuk kemaslahatan masjid jika memang tidak membutuhkan tikar atau kayu lagi, jika tidak demikian ( butuh tikar dan kayu ) maka wajib dibelikan tikar dan kayu. Kemudian jika tikar atau kayu tsb masih layak untuk digunakan selain dibakar walaupun memasukkannya dalam bahan renofasi, maka tidak boleh menjualnya. Dan yang jelas menurut al faqir, bahwa pintu-pintu adalah sama seperti tikar dan pelapah kurma terkait perincian hukum yg telah dijelaskan. Dan semua ini apabila ( tikar, kayu, pintu ) itu adalah waqafan. Adapun jika ( tikar, kayu, pintu ) itu milik masjid, maka diperbolehkan menjualnya secara mutlaq dengan syarat jelas kemaslahatannya".

Wallahu A'lam

⚫ بغية المسترشدين ص ١٣٠
اشترى بيتا ووقفه مسجدا صح ، وأعطى حكمه وحرم عليه وعلى غيره هدمه وتوسيعه إلا لضرورة أو حاجة ، كخوف سقوط جدار ، ودفع حر وبرد ، وضيق على نحو المصلين ، فيجوز حينئذ بشرط أن يبنيه في تلك الأرض الموقوفة ، وأن يعم جميعها بالبناء ، وله أن يدخل غيرها معها ، وللزيادة المذكورة حكم الوقف إن بنيت في أرض موقوفة مسجدا ، أو وقفت كذلك وإلا فلا ، وأن يكون المعاد صورة مسجد بأن يطلق عليه اسمه لا نحو رباط ، إذ يمتنع تغيير الوقف بما يغيره بالكلية عن اسمه الذي كان عليه حال الوقف بخلاف ما لا يغيره.

⚫ بغية المسترشدين ص ١٣١
ويجوز توسيع المسجد وتغيير بنائه بنحو رفعه للحاجة بشرط إذن الناظر من جهة الواقف، ثم الحاكم الأهل، فإن لم يوجد وكان الموسع ذا عدالة ورآه مصلحة بحيث يغلب على الظن أنه لو كان الواقف حياً لرضي به جاز، ولا يحتاج إلى إذن ورثة الواقف إذا لم يشرط لهم النظر

⚫ النص الوارد في حكم تجديد المساجد صـ ١٣-١٤ لِلْعَلاَّمَةِ عَلَوِي ابْنِ عَبْدِ اللهِ ابْنِ حُسَيْنٍ (دار السقاف)

الباب الثالث في ذكر أقوال العلماء في نقض بناء المسجد والزيادة فيه. إعلم أن القائلين من الفقهاء بجواز ذلك كثيرون رعاية لمصالح المساجد وترغيبا في عمارتها إلا أن منهم من أطلق الجواز ومنهم من قيده بالحاجة والضرورة والمصلحة أو إذن الإمام أم من يقوم مقامه بالنسبة للهدم بالكلية ومنهم من أجاز الهدم الكلي ومنهم من لم يجز إلا الجزئي كما ستعرفه في الباب الرابع. وأما القائلون بالمنع فهم أقل بكثير من القائلين بالجواز ومع ذلك فلم يطلقوا المنع بل منهم من قيده بعدم الحاجة وفسره بنحو ضيق أو برد أو حر وقيد بعضهم فتح الباب في الجدار بقدر الحاجة فقط. ومن القائلين بالجواز العلامة (أحمد بن حجر الهيتمي) فقد استظهر في فتاويه رأي القائلين بجواز تغيير الوقف للمصلحة حيث بقي الإسم ونقل مثله عن الخادم وابن الرفعة والقفال. ومنهم الإمام إبن عجيل والإمام أبو شكيل فقد أطلقا الجواز ولم يقيداه بشيء بل نقل بعضهم عنهما عدم التقييد. ومنهم الشيخ أحمد بن عبدالله بلحاج وقد وسع كثيرا ولم يشترط إلا عدم زوال اسم المسجد. ومنهم بعض شراح الوسيط وقيده بوجود الحاجة وان يراه الإمام. ومنهم العلامة عبدالله بن محمد باقشير في القلائد فقد ارتضاه بغير قيد. ومنهم الفقيه عبدالله بن عمر بامخرمة فقد جزم في فتاويه بالجواز واستحسنه فيما إذا أراد أن يبنيه بأقوى وأمتن منه. ومنهم الأشخر والدوالي وشرط إذن الناظر فإن لم يوجد فيجوز لمن أراد ذلك إن كان من ذوى العدالة ورآه مصلحة. ونقل جواز تغيير الوقف بالكلية للمصلحة من عماد الدين الشريف العباسي وإن لم ينص عليه الواقف وذكر إبن دقيق العيد ارتضاه وان القاضي تاج الدين وولده صدر الدين عملا به وان المقدسي يقول بذلك وبأكثر منه. ومنهم إبن الصلاح وموسى بن الزين الرداد والأذرعي. ومنهم الحبيب العلامة عبد الله بن عمر بن يحيى وقيده بوجود الحاجة والضرورة وفي مجموع الجد طه بن عمر ما يدل على الجواز. ومنهم العلامة الكردي وقيده بالحاجة وإذن الناظر. ومنهم العلامة الحبيب عبد الرحمن بن على بن عمر بن سقاف ونقله عن بافقيه وبالحاج وابن ظهيرة عند الحاجة وعن كثير غيرهم. ومنهم العلامة مفتي تريم الشيخ أبو بكر بن أحمد الخطيب وقال إذا اقتضت الضرورة ومثلها الحاجة والمصلحة وأيده شيخه العلامة الحبيب عبد الرحمن ابن محمد المشهور بما لا مزيد عليه.
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Iklan