Iklan

NGAJI KITAB MASA’ILUSSHOLAT Part 07

Muhammad Muzakka
Sunday, August 19, 2018
Last Updated 2019-02-07T00:55:31Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini
NGAJI KITAB MASA’ILUSSHOLAT Part 07

Karya KH Ahmad Yasin Asymuni
[ Pengasuh PPHT Petuk Kediri ]
Tema : Permasalahan Seputar Sholat [ Lanjutan ]
Oleh   : Zakka Yuzakki Tazkiyyan


🍀 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ 🍀

مَسَائِلُ الصَّلَاةِ
PERMASALAHAN SEPUTAR SHOLAT

١٨). لو صلى الركعة الأولى من الصبح قبل طلوع الشمس والركعة الثانية بعد طلوعها فهل يجهر أو يسر قراءة الركعة الثانية ؟

ج- يجهر قراءة الركعة الأولى ويسر قراءة الركعة الثانية كما قال في أنوار المسالك صـ ٥١ : " فَالصُّبْحُ لَوْ صَلَّى مِنْهَا رَكْعَةً فِيْ وَقْتِهَا فَإِنَّهُ يُجَهِّرُ ثُمَّ لَوْ اطَّلَعَتْ الشَّمْسُ فِيْ الثَّانِيَةِ فَإِنَّهُ يُسِرُّ .

18). Jika seseorang mengerjakan sholat subuh yang mana rokaat pertamanya jatuh sebelum terbitnya matahari dan rokaat kedua setelah terbitnya matahari, apakah ia mengeraskan atau memelankan bacaannya pada rokaat yang kedua ?

JAWAB
Ia mengeraskan bacaannya pada rokaat pertama dan memelankan bacaannya pada rokaat yang kedua. Sebagaimana keterangan dalam kitab Anwarul Masalik Halaman 51 : “ Adapun sholat subuh ketika seseorang mengerjakan rakaat pertamanya didalam waktunya, maka ia mengeraskan bacaannya. Kemudian ketika matahari terbit pada rokaat yang kedua, maka ia memelankan bacaannya ”.

١٩). لو شك بعد السلام في ترك ركن أو بعضه فهل يؤثر أم لا ؟

ج- لا يؤثر كما في حاشية قليوبي الجزء الأول صـ 292 : (وَلَوْ شَكَّ) أَيْ تَرَدَّدَ وَلَوْ بِرَاجِحِيَّةٍ عَلَى الْمُعْتَمَدِ، نَعَمْ إنْ طَرَأَ لَهُ الشَّكُّ بَعْدَ سَلَامِ نَفْسِهِ لَا يُؤَثِّرُ كَمَا اعْتَمَدَهُ شَيْخُنَا الرَّمْلِيُّ وَهُوَ ظَاهِرٌ لِأَنَّهُ مِنْ أَفْرَادِ الشَّكِّ بَعْدَ السَّلَامِ فِي تَرْكِ فَرْضٍ .

وفي حاشية قليوبي الجزء الأول صـ 231 : قَوْلُهُ: (فِي تَرْكِ فَرْضٍ) عَدَلَ عَنْ أَنْ يَقُولَ فِي تَرْكِ رُكْنٍ لِيَشْمَلَ الرُّكْنَ وَبَعْضَهُ، وَالشَّرْطَ وَبَعْضَهُ، وَالْمُعَيَّنَ مِنْهُمَا وَالْمُبْهَمَ كَتَرْكِ الْفَاتِحَةِ أَوْ بَعْضِهَا، أَوْ الرُّكُوعِ أَوْ طُمَأْنِينَتِهِ أَوْ بَعْضِ الْأَرْكَانِ، أَوْ الِاسْتِقْبَالِ فِي جَمِيعِ صَلَاتِهِ أَوْ بَعْضِهَا، أَوْ السِّتْرِ كَذَلِكَ، أَوْ الْوُضُوءِ أَوْ بَعْضِهِ، وَلَوْ نِيَّتَهُ وَإِنْ كَانَ الْآنَ غَيْرَ مُتَطَهِّرٍ، أَوْ نِيَّةِ الِاقْتِدَاءِ فِي غَيْرِ الْجُمُعَةِ

19). Jika seseorang ragu setelah salam, terkait meninggalkan rukun atau sebagian rukun dari rukun sholat, apakah hal tersebut mempengaruhi sholatnya ?

JAWAB
Hal tersebut tidak mempengaruhi sholatnya. Sebagaimana keterangan dalam Hasiyah Qolyubi Juz I Halaman 292 : “ ( apabila ia ragu ) walaupun terhadap yang diunggulkan, menurut pendapat yang mu’tamad. Betul, jika keraguan itu muncul setelah salamnya, maka hal tersebut tidak mempengaruhi terhadap sholatnya, seperti keterangan yang dimu’atamadkan oleh Imam Romli, dan itu jelas karena keraguan ini termasuk bagian dari keragu-raguanan setelah salam dalam meninggalkan fardlunya sholat ”.

Dan didalam Hasiyah Qolyubi Juz I Halaman 231 : “ perkataan pengarang : ( didalam meninggalkan fardlu sholat ) disini pengarang tidak menggunakan redaksi ‘ fi tarki ruknin ‘ ( meninggalkan rukun ) supaya mencakup satu rukun atau sebagian rukun, satu syarat atau sebagian syarat, yang mu’ayyan dari keduanya atau yang mubham, seperti meninggalkan fatihah atau sebagian fatihah, meninggalkan rukuk atau tuma’ninahnya, atau sebagian rukun-rukun yang lain, meninggalkan menghadap qiblat dalam semua atau sebagian sholatnya, meninggalkan menutup aurot juga ( baik semua atau sebagian ), meninggalkan semua atau sebagian wudlu walaupun yang ditinggalkan itu Cuma niatnya dan walaupun ( air yang dipakai wudlu ) sekarang sudah tidak dalam keadaan mensucikan, atau ragu meninggalkan niat bermakmum didalam selain sholat jumat ”.

٢٠). هل يعّول القول بمنع القنوت للنازلة ؟

ج- لا يعوّل وهو غلط كما في الفتاوي الفقهية الكبرى الجزء الأول صـ ١٤٣ : وَالْقَوْلُ بِمَنْعِ الْقُنُوتِ لَهَا، قَالَ فِي الْمَجْمُوعِ: غَلَطٌ مُخَالِفٌ لِهَذِهِ السُّنَّةِ الصَّحِيحَةِ، وَفِيهِ عَنْ الشَّيْخِ أَبِي حَامِدٍ أَنَّ قَوْلَ الطَّحَاوِيِّ: لَمْ يَقُلْ بِهِ فِيهَا غَيْرُ الشَّافِعِيِّ – غَلَطٌ مِنْهُ بَلْ قَنَتَ عَلِيٌّ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – فِي الْمَغْرِبِ بِصِفِّينَ اهــ

20). Apakah dapat dibuat pijakan, pendapat yang melarang qunut nazilah ?

JAWAB
Tidak dapat dibuat pijakan dan pendapat tersebut adalah pendapat yang keliru. Sebagaimana keterangan Imam Ibnu Hajar dalam Fatawi Fiqhiyyah Al-Kubro Juz I Halaman 143 : “ Adapun terkait pendapat yang melarang qunut nazilah, Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk mengatakan : ‘ pendapat itu adalah pendapat yang salah dan bertentangan dengan hadits yang sohih ini ’. Dan masih dalam kitab Majmuk, dari Syekh Abi Hamid ( Imam Ghozali ) bahwa perkataan Imam At-Thohawi “ SELAIN IMAM SYAFI’I TIDAK ADA YANG MENGATAKAN TERKAIT DIANJURKANNYA QUNUT NAZILAH ” itu adalah perkataan yang gholat ( salah ), bahkan Sayyidina Ali Rodliyallahu anhu sendiri melakukan qunut Nazilah pada waktu maghrib ketika Perang Shiffin ”.

21). هل يضع المصلي يديه حين يأتي بذكر الإعتدال كما يضعهما بعد التحرم أو يرسلهما ؟

ج- فيه خلاف ، المعتمد يرسلهما ولا يجعلهما تحت صدره كما في الفتاوى الفقهية الكبرى الجزء الأول صـ 150 :  (وَسُئِلَ) نَفَعَ اللَّهُ بِهِ بِمَا لَفْظُهُ ذَكَرَ: الشَّيْخُ زَكَرِيَّا رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى فِي شَرْحِ الْبَهْجَةِ أَنَّهُ إذَا اسْتَوَى مُعْتَدِلًا بَعْدَ رُكُوعِهِ أَرْسَلَ يَدَيْهِ إرْسَالًا خَفِيفًا إلَى تَحْتِ صَدْرِهِ فَقَطْ. وَقَالَ غَيْرُهُ بِإِرْسَالِهِمَا فَمَا الْمُعْتَمَدُ مِنْ ذَلِكَ. (فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ: إنَّ الْمُعْتَمَدَ أَنَّهُ يُرْسِلُهُمَا وَلَا يَجْعَلُهُمَا تَحْتَ صَدْرِهِ، وَعِبَارَةُ شَرْحِي لِلْعُبَابِ بَعْدَ قَوْلِهِ (فَإِذَا انْتَصَبَ أَرْسَلَهُمَا) : وَظَاهِرُ كَلَامِهِمْ هُنَا بَلْ صَرِيحُهُ أَنَّهُ لَا يَجْعَلُهُمَا تَحْتَ صَدْرِهِ، وَهُوَ ظَاهِرٌ

21). Apakah musholli meletakkan kedua tangannya ketika dzikir i’tidal seperti meletakkan kedua tangannya setelah takbirotul ihrom, atau melepaskan kedua tangannya ?

JAWAB
Terjadi perbedaan pendapat , akan tetapi pendapat yang mu’tamad ( dibuat pijakan ) adalah melepaskan kedua tangannya, tidak meletakkan didadanya. Sebagaimana keterangan Imam Ibnu Hajar dalam Fatawi Fiqhiyyah Al-Kubro Juz I Halaman 150 : “ Imam Ibnu Hajar ditanya seperti ini ; “ Syekh Zakaria Rohimahullah dalam Syarah Bahjahnya mengatakan bahwa ketika musholli dalam posisi tegak setelah rukuknya adalah melepaskan kedua tangannya pelan-pelan sampai pada dadanya saja. Sedangkan Ulama lain mengatakan untuk dilepaskan. Mana yang mu’tamad antara kedua pendapat tersebut ? ”. Imam Ibnu Hajar menjawab : “ bahwasannya yang mu’tamad adalah melepaskan kedua tangannya dan tidak meletakkannya didada. Dan ibarot dalam kitab Al-Ubab setelah perkataan pengarang ( ketika posisi tegak, maka kedua tangannya dilepaskan ) , Pendapat yang dhohir dari para Ulama dan bahkan sorihnya terkait masalah ini adalah tidak menjadikan kedua tangannya pada dadanya, dan ini jelas ”.

22). لو دخل على المصلي داخل حين سلم فهل يجب الرد عليه لسلام المصلي أم لا ؟

ج- لا يجب الرد كما في الفتاوى الفقهية الكبرى الجزء الأول صـ 150 : (وَسُئِلَ)  نَفَعَ اللَّهُ بِهِ عَنْ قَوْلِ الْأَئِمَّةِ فِي السَّلَامِ: يَنْوِي بِهِ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَلَى يَمِينِهِ مِنْ مَلَائِكَةٍ وَإِنْسٍ وَجِنٍّ؛ فَلَوْ دَخَلَ عَلَى الْمُصَلِّي دَاخِلٌ حِينَئِذٍ فَهَلْ يَجِبُ الرَّدُّ عَلَيْهِ لِسَلَامِ الْمُصَلِّي أَمْ لَا؟ (فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ: مَا ذُكِرَ عَنْ الْأَئِمَّةِ لَا يَقْتَضِي وُجُوبَ الرَّدِّ كَمَا بَيَّنْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ .

22). Apabila ada seseorang masuk pada saat musholli sedang salam, apakah wajib orang tersebut wajib menjawab salamnya musholli ?

JAWAB
Tidak wajib menjawab salamnya sebagaimana keterangan dalam kitab Fatawi Fiwhiyyah Al-Kubro Juz I Halaman 150 : “ Imam Ibnu Hajar ditanya mengenai perkataan para Ulama terkait masalah salam bahwa musholli ketika salam kearah kanan disunahkan salam pada makhluq yang ada disamping kanannya yaitu para malaikat dan jin. Lalu jika ada seseorang masuk pada saat musholli sedang salam ini, apakah orang tersebut wajib menjawab salamnya musholli ? . Imam Ibnu Hajar Menjawab dengan perkataannya : “ apa yang dikatakan oleh para Ulama itu tidak memberi pemahaman wajibnya menjwab salam musholli, sebagaimana yang telah saya jelaskan dalam Syarah Al-Ubab ”.

23). هل يوجد القول على أن الإعتدال والجلوس بين السجدتين غير ركن من أركان الصلاة ؟

ج- نعم قال الأنوار الأردبيلي أن ترك الإعتدال والجلوس بين السجدتين في النافلة لم يبطل صلاته كما في الأنوار الأردبيلي الجزء الأول صـ 64 : وَلَوْ تَرَكَ الِاعْتِدَالَ وَالْجُلُوسَ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ فِي النَّافِلَةِ لَمْ يُبْطِلْ صَلَاتَهُ .

23). Apakah ditemukan qoul yang mengatakan bahwa i’tidal dan duduk diantara dua sujud itu bukan merupakan rukun dari beberapa rukun sholat ?

JAWAB
Ya ditemukan, Al-Anwar Al-Ardabili mengatakan bahwa meninggalkan i’tidal dan duduk diantara dua sujud dalam sholat sunah itu tidak membatakan sholat. Sebagaimana keterangan dalam kitab Al-Anwar Al-Ardabili Juz I Halaman 64 : “ Jika musholli meninggalkan i’tidal dan duduk diantara dua sujud sholat sunah itu tidak membatakan sholatnya ”.

34). هل سومحت حركات كثيرة اضطرارية ؟

ج- نعم سومحت كما في فتح المعين بهامش الإعانة الجزء الأول صـ 216 : أَنَّ مَنْ ابْتُلِيَ بِحَرَكَةٍ اضْطِرَارِيَّةٍ يَنْشَأُ عَنْهَا عَمَلٌ كَثِيْرٌ سُوْمِحَ فِيْهِ .

24). Apakah ditolelir, pergerakan banyak yang tidak dapat ditahan didalam sholat ?

JAWAB
Benar, hal tersebut ditolelir. Seperti keterangan dalam Fathul Muin Bihamisy Ianatut Tholibin Juz I Halaman 216 : “ Bahwa seseorang ketika ditimpa musibah dengan pergerakan yang tidak bisa ditahan, yang menyebabkan perbuatan yang banyak didalam sholat itu dima’fu/ ditolelir ”.

والله أعلم
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Iklan